Setelah penemuan mesin cetak, umat Islam awalnya menolak penggunaan teknologi ini untuk menyalin Al-Qur'an, khawatir teks suci akan kehilangan makna spiritualnya jika dicetak menggunakan metode yang digunakan oleh umat Kristen. Namun, seiring waktu, umat Islam mulai menerima mesin cetak, menyadari bahwa penulisan manual memakan waktu lebih lama dan berpotensi menghasilkan kesalahan.
Skriptorium bukan hanya tempat menulis, melainkan pusat intelektual dan spiritual yang melestarikan ajaran agama melalui teks suci. Baik dalam tradisi Kristen maupun Islam, ruang ini menjadi saksi bisu dedikasi para penulis yang memastikan bahwa ajaran Tuhan sampai kepada umat manusia dari generasi ke generasi.
(Mikail Mohammad Imam Muda)