Begini Sudut Pandang Agama Terhadap Kumpul Kebo dan Keturunan yang Dihasilkan

Kamis 12-09-2024,11:00 WIB
Reporter : Viza Aulia Zahra
Editor : Putri Indah

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Kumpul kebo, yang merujuk pada hubungan pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, bukan hanya menjadi isu hukum dan sosial di Indonesia, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar dari sudut pandang agama.

Hampir semua agama di Indonesia memiliki pandangan yang tegas mengenai praktik ini, terutama ketika pasangan yang melakukan kumpul kebo memiliki keturunan.

Islam

Dalam Islam, hubungan di luar nikah dianggap sebagai zina, yang merupakan salah satu dosa besar. Al-Qur'an dan hadis menegaskan pentingnya pernikahan sebagai bentuk hubungan yang sah antara pria dan wanita. Dalam Surah Al-Isra' ayat 32, Allah berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."

Anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan (anak zina) dalam pandangan Islam memiliki hak-hak sebagai manusia yang dilindungi, namun dari sisi nasab (garis keturunan), ia hanya diakui dari ibu biologisnya.

Anak tersebut tidak memiliki hak waris dari ayah biologisnya, kecuali ada pengakuan atau pemberian secara terpisah. Namun demikian, Islam tetap menekankan bahwa anak tidak boleh disalahkan atas dosa orang tua, dan anak tersebut harus diperlakukan dengan kasih sayang dan dihormati layaknya manusia lain.

Kristen

Dalam ajaran Kristen, baik Katolik maupun Protestan, pernikahan dipandang sebagai ikatan suci yang dilembagakan oleh Tuhan. Hubungan di luar pernikahan atau kumpul kebo dianggap sebagai dosa karena melanggar ketetapan Tuhan mengenai kemurnian pernikahan.

Dalam Kitab Ibrani 13:4 dinyatakan: "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah."

Namun, seperti halnya dalam Islam, anak yang lahir dari hubungan di luar nikah tidak disalahkan atas dosa orang tuanya. Gereja menekankan kasih Tuhan yang tanpa syarat kepada semua anak, terlepas dari bagaimana mereka dilahirkan.

Meskipun demikian, gereja mendorong pasangan yang hidup bersama tanpa pernikahan untuk menikah dan memperbaiki hubungan mereka di hadapan Tuhan.

Hindu

Dalam ajaran Hindu, pernikahan merupakan salah satu dari empat tujuan hidup manusia yang disebut Dharma. Pernikahan dianggap sebagai cara sah untuk mengikat hubungan antara pria dan wanita dan membentuk keluarga.

Kumpul kebo dalam pandangan Hindu dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip kesucian hubungan yang harus disertai oleh pernikahan.

Anak yang lahir dari hubungan tanpa pernikahan dalam tradisi Hindu juga mengalami kesulitan dalam hal pengakuan keluarga dan upacara ritual.

Meskipun demikian, agama Hindu tetap mengajarkan kasih dan tanggung jawab terhadap semua anak. Anak tersebut masih dianggap sebagai bagian dari masyarakat dan harus diperlakukan dengan hormat.

Buddha

Dalam ajaran Buddha, pernikahan bukan merupakan kewajiban agama tetapi lebih kepada ikatan moral dan sosial. Meskipun demikian, sila ketiga dalam ajaran Buddha menekankan pentingnya menjaga perilaku seksual yang benar, yang berarti hubungan seksual harus dilakukan dalam ikatan yang sah dan penuh tanggung jawab. Kumpul kebo dianggap melanggar ajaran ini karena melibatkan hubungan tanpa komitmen yang formal.

Anak yang lahir dari hubungan di luar nikah tetap dihormati dalam agama Buddha. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa semua makhluk hidup, termasuk anak-anak yang lahir dari situasi apapun, memiliki hak untuk dihormati dan dicintai.

Kategori :