JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Indonesia memasuki masa darurat produk tekstil impor. Barang-branag produk tekstil impor membanjiri pasar dalam negeri.
Tak heran jika pabrik-pabrik tekstil di Indonesia banyak yang tutup dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di lingkungan sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Kondisi demikian membuat Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja meminta Komisi VII DPR RI untuk bisa membendung banjir produk impor.
Menurut Jemmy, jika banjir impor tak dibendung maka sudah dapat dipastikan Indonesia akan menjadi dumping heaven barang-barang impor yang tidak terjual di negara asalnya.
Industri tekstil dalam negeri pun akan semakin terpuruk.
BACA JUGA:
Selain itu, Jemmy juga menambahkan bahwa utilisasi industri TPT sejak 2023 terus mengalami penurunan, dimana utilisasi industri serat kini berada di level di bawah 50% atau hanya berada di level 45%.
Kemudian dilanjut dengan industri industri pemintalan 40%, industri pertenunan, rajut 52%, industri finishing 55%, industri pakaian jadi 58%.
"Kita tidak akan bisa melawan produk-produk sisa, Ini yang menyebabkan banyak pabrik tutup di berbagai daerah," Ujar Jemmy dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (11/07).
Dalam keterangannya, Jemmy menyebutkan produk-produk sisa tersebut adalah barang-barang seperti baju, tas, sepatu, dan sebagainya.
Produk-produk seperti ini nantinya akan ditawarkan kepada para pelaku UMKM lewat seorang penyedia jasa, sehingga mereka bisa menghindari pajak dengan tidak menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
"Bayar pajaknya cukup setengah persennya saja jadinya. Itu sudah termasuk ongkos kirim dan segala macamnya," Ujar Jemmy.
Dengan paparan di atas, Jemmy menegaskan kalau saat ini Indonesia sudah memasuki situasi gawat darurat, dengan terjadi gelombang penutupan puluhan pabrik, serta PHK lebih dari 13.000 pekerja imbas pasar global dan produk impor dari China yang membanjiri.(bianca)