"Bakteri jenis ini dapat menimbulkan infeksi yang ringan hingga berat, tergantung imunitas seseorang, lokasi infeksi, dan apakah ada komorbid," paparnya.
Pada pasien dengan imunitas rendah, diabetes, usia lebih dari 65 tahun, atau pasien pasceoperasi, memiliki risiko yang akan menjadikan infeksi Streptococcus group A ini lebih buruk.
"Bakteri ini sering menyebabkan pneumonia, di mana pada awal pasien akan merasakan demam."
Pada tahap yang lebih parah, bakteri ini bisa menimbulkan kerusakan pada jaringan (necrotizing fasciitis) di mana pasien merasakan nyeri hebat dan bengkak pada lokasi luka.
Kondisi yang semakin memburuk menjadi Streptococcus Toxic Shock Syndrome (STSS) jika tidak dilakukan penanganan segera.
Salah satu gejala yang dirasakan adalah kemerahan pada luka lebih luas, pusing, hingga delirium.
STSS inilah yang menjadi penyebab tertinggi kematian akibat bakteri pemakan daging di Jepang.
BACA JUGA:
Dengan adanya risiko terkena gangguan serupa, perlu dilakukan pencegahan agar tidak mudah terinfeksi bakteri pemakan daging tersebut.
Caranya dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, selalu menjaga kesehatan, serta memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan jika merasa sakit.
"Hal ini dikarenakan penyebaran infeksi ini dapat melalui droplet maupun kontak langsung. Sehingga kebersihan tangan sangat diperlukan," pungkasnya.(zahro)