JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Pengusaha Tekstil Indonesia ketar ketir dengan membanjirkan produk pakaian asal China.
Penyebabnya relaksasi aturan impor dari Kementerian Pedagangan (Kemendag) membuat 10.000 kontainer pakaian asal China masuk Indonesia.
Danang Girindrawardana, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), jumlah produk impor yang masuk ke Indonesia akan sangat besar, hingga mencapai sekitar 10 ribu kontainer.
"Kalau Permendag ini diberlakukan selama 3 bulan ke depan, proyeksi importasi finished product tekstil, garmen, dan alas kaki akan banjiri Indonesia sekitar kurang lebih 10 ribu kontainer. Artinya, banjir barang tekstil, pakaian, sepatu jadi, bakal luber di pasar, mal, dan di platform e-commerce. Hanya dalam waktu 3 bulan ke depan. Dan akan terus menerus laju impor bertumbuh dua-tiga kali lipat dalam 6 bulan ke depan," jelas Danang, dikutip Senin, 3 Juni 2024.
Menurut para pengusaha tekstil lokal, penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor adalah bukti ketidakkonsistenan Pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri, khususnya industri garmen, IKM dan konveksi.
BACA JUGA:
- Industri Tekstil Khawatir Kebanjiran Produk Impor, Begini Komentar Kemenperin
- Impor Beras Dikala Panen Raya, Bulog: Untuk Penuhi Stok Cadangan, Petani Bungkam!
Sementara Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyebut relaksasi aturan impor membuat produsen lokal semakin tertekan.
"Ini revisi menjadikan pengendalian impor tidak akan efektif karena semuanya sudah direlaksasi. Kemarin barang bawaan dan barang kiriman di-drop, sekarang pertek (Pertimbangan Teknis)-nya didrop. Artinya, pengajuan izin impor sudah pasti didapatkan tanpa mempertimbangkan industri dalam negerinya. Maka sudah pasti pasar domestik makin banjir impor dan menjadi tekanan bagi produsen lokal," ujarnya.
Banjirnya produk impor di pasaran diperkirakan juga akan semakin menghimpit kondisi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Imbas terburuk dari hal itu adalah potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pegawai yang bekerja di sektor industri tekstil.
"Ketika Permendag 36 belum direvisi, IKM sudah ada sedikit perbaikan order dari beberapa brand lokal. Tapi ini direvisi lagi dan IKM kembali banyak yang tutup. Kondisi ini berimbas ke industri kain, benang, dan serat yang jadi tidak bisa menaikkan utilisasinya, di mana saat ini rata-rata masih di kisaran 45%. Maka kita akan lihat tren PHK akan kembali lagi karena akan banyak perusahaan yang sudah sekarat," jelasnya.(bianca)