JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Polri buka suara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus larangan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong sehingga menimbulkan keonaran.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan Korps Bhayangkara itu akan mematuhi peraturan tersebut.
"Tentu Polri akan beradaptasi kemudian mengkaji dan tunduk serta patuh pada aturan yang berlaku," kataTrunoyudo kepada wartawan, Minggu, 24 Maret 2024.
BACA JUGA:Kecelakaan Maut! Pajero Hantam Mobil Towing di PIK 1, Dua Orang Tewas
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Haris Azhar, Fatia Maulidyanti, Aliansi Jurnalis Independen, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Melihat rilis MK di laman mkri.id, aturan mengenai larangan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong sehingga menimbulkan keonaran sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Hal ini termuat dalam Putusan Nomor: 78/PUU-XXI/2023 atas permohonan yang diajukan Haris Azhar dan Fatiah terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara RI II Nomor 9) bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan saat sidang pleno yang dipantau secara daring dari Jakarta, Kamis, 21 Maret 2024.
BACA JUGA:Lebih Meriah, Intip Keunikan Aktivitas di Masjid Agung Al Mujahidin Selam Ramadan 1445 H
Sementara itu, hakim konstitusi Arsul Sani membacakan pertimbangannya. Arsul Sani mengatakan MK berpendapat unsur berita atau pemberitahuan bohong dan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan yang termuat dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP dapat menjadi pemicu terhadap sifat norma pasal-pasal a quo menjadi pasal karet yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum.
Pasal karet adalah pasal dalam undang-undang yang tidak jelas tolok ukurnya.
Norma tersebut berpotensi dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk memidana pelaku yang menyebarkan berita bohong, tanpa sungguh-sungguh mengidentifikasi perbuatan pelaku.
BACA JUGA:Polisi di Lampung Tengah Tewas Dibunuh ABG, Begini Motif dan Kronologinya
Oleh karena itu, MK berpendapat norma pada Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 dapat memicu terjadinya pasal karet yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum dan menimbulkan multitafsir.
"Dengan demikian, terciptanya ruang ketidakpastian karena multitafsir tersebut akan berdampak pada tidak jelasnya unsur-unsur yang menjadi parameter atau ukuran dapat atau tidaknya pelaku dijerat dengan tindak pidana," ujar Arsul. (Anisha Aprilia)