JAKARTA, RADARPENA.CO.ID- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 6 pengaduan kasus dugaan pelanggaran hak anak atau eksploitasi politik terhadap anak selama masa kampanye.
Aduan yang disampaikan secara langsung itu tercatat sejak dimulainya masa kampanye hingga 17 Januari 2024.
KPAI juga mencatat 19 kasus lainnya yang diberitakan oleh media, maupun yang beredar di beberapa platform media sosial.
BACA JUGA:Peminat dan Pengguna TikTok Turun 3 Persen, 'Rayuan Belaka' Jadi ALasan
Anak-anak yang menjadi korban penyalahgunaan dan eksploitasi politik ini berusia antara 3-17 tahun.
Komisioner KPAI, Sylvana Maria Apituley, menyatakan, individu dan lembaga yang mengabaikan hak dan kepentingan anak selama masa kampanye, cukup beragam.
Mulai dari orangtua sendiri, guru, tim sukses, ketua partai politik, hingga calon presiden/calon wakil presiden.
"Pengabaian perspektif hak anak dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam demokrasi dan politik elektoral ini berdampak negatif."
BACA JUGA:3 Anggota BEM di Malang yang Diduga Sebar Hoaks Dipolisikan
"Negatif bagi proses tumbuh kembang fisik, mental dan karakter, kesehatan dan keselamatan, serta mengurangi kualitas mutu demokrasi politik Indonesia," kata Sylvana dalam konferensi pers di Gedung KPAI, Jakarta, Senin 22 Januari 2024
KPAI mendesak para tokoh politik, peserta pemilu dan tim sukses, untuk berhenti menjadikan anak sebagai objek politik.
Mereka juga diminta untuk tidak memosisikan anak sebagai target kepentingan politik elektoral.
"Partai politik, penyelenggara pemilu, maupun kelompok yang relevan, diharapkan untuk segera memperbaiki kurikulum dan metode pendidikan politik."
"Serta, kewargaan bagi pemilih pemula, dengan mematuhi prinsip dan hak partisipasi anak yang ideal," ucap Sylvana.
Sementara sepanjang tahun 2023, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan bahwa pihaknya menerima laporan aduan 3.883 kasus pelanggaran hak anak selama 2023.