JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Polresta Banda Aceh menetapkan MA (35 tahun), seorang pengungsi Rohingya, sebagai tersangka penyelundup manusia.
Dalam konferensi pers di Mapolresta Banda Aceh pada Senin, 18 Desember 2023, MA yang mendarat di Aceh Besar membawa 136 orang ke Tanah Rencong dengan syarat harus membayar ongkos masing-masing Rp 14 juta hingga Rp 16 juta.
Tersangka MA dihadirkan dalam konferensi pers dengan baju tahanan oranye dan tangannya terborgol, memakai gelang kuning UNHCR.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Fahmi Irwan Ramli, menyatakan bahwa MA dan AH diperiksa setelah berpisah dari rombongan mereka di Pesisir Pantai Dusun Blang Ulam, Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, pada Minggu, 10 Desember pagi. Warga menyerahkan keduanya ke polisi setelah diamankan.
BACA JUGA:
- Jokowi Akan Bahas Pengungsi Rohingya di KTT ASEAN
- Polisi Ungkap Dugaan Penyelundupan Imigran Rohingya, Ada Koordinator Utama di Bangladesh
- Lagi! Puluhan Warga Rohingya Mendarat di Kabupaten Aceh Timur
Pemeriksaan dan penggeledahan menghasilkan barang bukti berupa handphone milik keduanya. Fahmi Irwan Ramli menegaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan awal, keduanya kuat diduga terlibat dalam tindak pidana penyelundupan manusia.
Kasus ini mencerminkan kompleksitas isu pengungsi dan menyuarakan keprihatinan terhadap perdagangan manusia yang merugikan.
Dalam pemeriksaan terbaru, terungkap bahwa MA membawa 136 pengungsi dari kamp penampungan di Cox's Bazar, Bangladesh. Polisi telah memeriksa 12 saksi sebelum menetapkan MA sebagai tersangka.
Fahmi mengungkapkan bahwa setiap pengungsi harus membayar 'tiket' kapal sekitar Rp 14-16 juta, dan sebagian uang itu langsung diserahkan kepada MA dan agen lainnya.
BACA JUGA:
- Mahfud Md: 'Tak Ada dalam APBN!' Indonesia Berhak Mengusir Pengungsi Rohingya
- 37 Pengungsi Rohingya Tiba Lagi di Aceh Timur Lewat TPI Idi Rayeuk
- Soal Pengungsi Rohingya yang Terus Berdatangan, Ini Sikap Terbaru Pemerintah RI
Keberadaan praktik ini menyoroti eksploitasi rentannya para pengungsi dan memperlihatkan urgensi untuk menangani perdagangan manusia serta melindungi hak asasi manusia dalam konteks krisis pengungsi global.