JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Program pemerintah untuk mencegah DBD dengan Wolbachia dianggap berhasil. Inovasi tekhnologi Wolbachia yang di terapkan Kementrian Kesehatan dianggap mampu menekan Penyakit Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Jogjakarta.
Wolbachia adalah bakteri yang hidup sebagai parasit pada hewan di mana dalam menekan DBD, Wolbachia ini diyakini mampu membunuh virus Dengue yang menyebabkan DBD. Wolbachia ini kemudian dikontaminasikan ke nyamuk yang nantinya akan membunuh nyamuk Aedes Aegypti.
Penelitian Wolbachia di Indonesia sendiri telah dilakukan sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija, mulai dari fase persiapan dan pelepasan Aedes Aegypti ber-Wolbachia dalam skala terbatas pada 2011-2015.
Keberhasilan Wolbachia di Jogjakarta kemudian akan di terapkan di Buleleng dan Denpasar Bali, tetapi mendapatkan penolakan karena adanya ketakukan efek samping jangka panjang dari nyamuk yang sudah terkontaminasi Wolbachia ini.
BACA JUGA:
- Kemenkes Ungkap Nyamuk Wolbachia Efektif Turunkan Kasus DBD, Ini Kata Pakar
- Nyamuk Wolbachia, Solusi Inovatif Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengeu
Sedangkan Kementerian kesehatan mengatakan bahwa penyebaran Wolbachia juga telah dilaksanakan di sembilan negara lain dan hasilnya terbukti efektif untuk pencegahan Dengue.
Berikut negara yang sudah menerapkan program Wolbachia di adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.
Menurut Dharma Pongrekun yang merupakan Analis Kebijakan Utama Bidang Jianbang Lemdiklat Polri mengatakan bahwa nyamuk yang dilepas di Bali merupakan nyamuk bionic atau hasil rekayasa genetic.
Menurut Dharma isu nyamuk ini telah terdengar sejak tahun lalu di mana Bill Gates datang ke Jawa Timur untuk project nyamuk ini.
Sedangkan menurut mantan Menkes Siti Fadilah yang pernah memangku jabatan sebagai Menteri Kesehatan RI 2004-2009 mengatakan bahwa nyamuk ini pada September lalu telah di sebar di beberapa wilayah, di antaranya Jakarta Barat, Jawa Tengan dan Bandung.
Penyebaran ini merupakan salah satu program dunia yang bernama World Mosquito Program. Siti Fadilah mengungkapkan bahwa dirinya sempat didatangi beberapa ahli nyamuk yang mempertanyakan apakah sudah mengetahui efek jangka panjangnya.
"Hal tersebut dikarenakan jika mengutak-utik gen, maka dampaknya baru dapat diketahui dalam jangka waktu yang lama bahkan mencapai 10 tahun yang akan datang,” tambah Siti Fadilah.
Menurut Siti Fadilah, para ahli ekologi mengatakan jika nyamuk tersebut diciptakan merupakan bagian dari rantai ekologi yang telah berlangsung di dunia dan merupakan bagian dari keseimbangan alam,” tambahnya.
“Meskipun ini program dunia, namun salah satu negara yang awalnya ikut serta akhirnya mengundurkan diri, yaitu Singapura,” jelasnya di akun TikTok@sitifadilah.
Demikian kontroversi soal rekayasa nyamuk Wolbhacia yang menimbulkan keragu-raguan bagi masyarakat soal efek jangka panjang rekayasa genetika.