BANK BRI - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) tengah membuat aturan kriteria nasabah yang termasuk dalam kategori penghapusan buku dan tagih kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kebijakannya masih digodok pemerintah.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa dalam hal ini, BRI ikut dilibatkan sebagai pihak yang mengkaji rencana aturan pemerintah tersebut.
"Terdapat ketentuan boleh atau tidak hapus tagih, kalau nasabahnya mungkin lebih dari 10 tahun macet, mau ditagih tidak bisa, ya sudah kita tidak tagih sebenarnya. Tetapi perlu dibuat aturannya supaya level non pemerintah, aturannya sedang dibuat kriterianya tidak menimbulkan moral hazard," kata Sunarso dalam konferensi pers Pemaparan Kinerja Keuangan Triwulan II-2023, di Jakarta, Rabu 30 Agustus 2023.
Adapun rencana kebijakan hapus buku dan tagih atau write off kredit macet UMKM telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
- BACA JUGA:KUR BRI 2023 September Sudah Di Buka! Simak Syarat dan Ketentuannya, Komplit dengan Tabel Angsurannya!
- BACA JUGA:KUR BRI 2023: Pengajuan Pinjaman Sampai Dengan 100 Juta Serta Persyaratan Peminjaman
Sunarso mengatakan, penyusunan aturan kategori nasabah dibuat sebagai bentuk komitmen BRI untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya moral hazard jika kebijakan pemerintah nanti diberlakukan.
Implementasi praktis dari aturan itu memerlukan regulasi lebih, untuk menentukan kriteria nasabah yang memenuhi syarat agar mendapatkan penghapusan tagihan yang saat ini sedang dirumuskan oleh tim penyusun kebijakan pemerintah.
Sunarso juga mengungkapkan bahwa BRI telah memberlakukan hapus buku atau penghapusan pencatatan pinjaman dari neraca (on-balance sheet) dengan kriteria tertentu sesuai dengan kebijakan Internal bank, yaitu telah dalam kategori pinjaman macet serta sudah dicadangkan 100 persen.
Menurutnya, biaya untuk mengejar nasabah yang mempunyai kredit bermasalah sering kali lebih besar dibandingkan jumlah yang sebenarnya diutangkan.
"Tapi bagi BRI tidak berpengaruh sama sekali karena ada aturannya hapus tagih ataupun tidak hapus tagih, kalau sudah tidak bisa dibayar ya kita tidak tagih, mending kita nyari nasabah baru," ujar Sunarso.
Pendekatan itu diambil untuk melayani kepentingan publik, terutama bagi mereka yang pernah menghadapi gagal bayar pinjaman karena terkena bencana seperti pandemi Covid-19, dengan memberikan mereka kelonggaran.
"Maka ketentuan hapus tagih nanti memberikan kesempatan kepada nasabah yang mungkin sudah macet, mungkin karena bencana segala macam itu nanti namanya bisa dipulihkan untuk bisa diputihkan agar bisa dapat kesempatan kredit baru lagi," kata Sunarso.