Dengan pelan-pelan Abu Nuwas kemudian menjelaskan bahwa apa yang dianggap Khalifah Harun sebagai prestasi nasional tapi justru dianggap pemborosan dan membebani negara adalah karena mereka terbiasa melihat semua prestasi yang ada di ruang gelap. Di ruang gelap, gadis cantik tak terlihat, sebatang emas bisa dianggap besi. Apalagi jika cara melihatnya sambil bergelantungan.
“Tapi, kalau pun mata mereka tak melihat di ruang gelap, bukankah telinga mereka mendengar, hati mereka terbuka? Bagaimana mungkin mereka menuduhku memusuhi ulama padahal wakilku sekarang adalah ulama besar? Jika pun mereka tak suka aku, bukankah kepada mereka sekarang aku sodorkan ulama yang dulu mereka klaim mereka bela? Mengapa sekarang mereka tinggalkan?’’
“Baginda, itulah enaknya melihat dunia di ruang gelap sambil terbalik. Kita bisa menikmati apa yang mereka nikmati selama ini. Baginda tidak capek berpikir rasional?”
Khalifah terdiam.
‘’Percayalah baginda, hanya dengan melihat segala sesuatu di kegelapan, baginda akan paham mengapa selama ini mereka melihat infrastruktur megah, pemerataan pembangunan di daerah tertinggal, … semuanya sama sekali tak berguna karena tak bisa dimakan. Mohon jangan katakan ‘’infrastruktur memang tak bisa dimakan, tapi dengan infrastruktur kita semakin mudah cari makan’’ itu cara berpikir rasional dan normal, paduka … ’’
Massa di luar istana makin membludak, tapi Khalifah kali ini diam saja. Dia memberi isyarat membenarkan Abu Nuwas.
“Jadi, boleh saya jual Matahari?”
Besok Baghdad gelap. Banyak rakyat bergelantungan. Aspal di jalan terlihat ketan.
4. Jalan ke Neraka
Suatu ketika Abu Nawas ditanya seseorang, "Kapan kamu mati?
"Maaf, barang kali Tuan bisa memberikan penjelasan sedikit terkait dengan pertanyaan Tuan tadi,' pinta Abu Nawas yang ternyata juga bisa menampilkan mimic serius.
"Begini, kalau kamu mati saya mau titip surat buat mendiang ayah saya yang telah mati beberapa tahun yang lalu," sambungnya.
"Terimakasih sebelumnya atas kepercayaan Tuan," jawab Abu Nawas, "Tapi maaf sekali, dengan sangat terpaksa keinginan Tuan tidak bisa kupenuhi.
"Kenapa?" Tanya Tuan kepada Abu Nawas.
Lalu Abu Nawas menjawab, "Sebab aku tak tahu jalan ke neraka Jahannam."
Mendadak wajah orang itu merah padam, dan sambil merunduk ia pun segera pergi. Pertanyaan yang nyelekit dari Tuan kepada Abu Nawas, dijawab lebih nyelekit oleh Abu Nawas, itulah pintarnya Abu Nawas dalam kondisi yang seperti itu bisa membalasnya dengan cerdas dan penuh makna.