Penjualan Unilever Ambruk pada Kuartal III-2024, Ekonom Ungkap Penyebabnya

Penjualan Unilever Ambruk pada Kuartal III-2024, Ekonom Ungkap Penyebabnya

Potret gedung Unilever-Berbagai sumber-

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Sepanjang periode Januari-September 2024, saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) terus jatuh seiring dengan merosotnya laba bersih perseroan.

Menurut keterangan Direktur Utama Unilever Indonesia, Benjie Yap, kinerja saham serta pasar Unilever memang tidak dalam kondisi yang optimal saat ini. Untuk mengatasi hal ini, dirinya menambahkan bahwa saat ini PT Unilever sedang melakukan perbaikan kinerja.

“Kami akui (pasar) sedang tidak terlalu optimal saat ini,” ujar Benjie dalam keterangan resminya pada Rabu 23 Oktober 2024.

Sementara itu menurut Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Achmad Nur Hidayat, ada dua faktor utama yang menjadi kontributor dalam penurunan penjualan produk-produk PT Unilever, yaitu melemahnya daya beli masyarakat dan seruan boikot terhadap produk-produk Unilever terkait konflik Israel-Palestina. 

“Produk-produk Unilever yang sebagian besar merupakan produk konsumen sehari-hari (fast-moving consumer goods/FMCG), sangat bergantung pada daya beli masyarakat yang stabil. Ketika daya beli melemah, konsumen cenderung mengurangi pengeluaran pada produk-produk yang mereka anggap non-esensial atau mencari alternatif yang lebih murah,” jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Kamis 24 Oktober 2024.

BACA JUGA:PNM dan Unilever Kembali Jalin Kerja Sama Jalankan Program Bu Karsa

BACA JUGA:Lowongan Kerja PT Unilever 2024, Langsung Diterima! Untuk SMA SMK D3 dan S1

Selain itu, Achmad melanjutkan, seruan boikot terhadap produk Unilever, baik di media sosial maupun di masyarakat luas, menciptakan dampak yang nyata terhadap penjualan, terutama di kalangan konsumen yang aktif terlibat dalam gerakan tersebut.

“Meski tidak semua konsumen mengikuti seruan boikot, dampaknya tetap signifikan, terutama di segmen pasar yang lebih sadar akan isu politik dan sosial,” jelas Achmad.

Kedua faktor ini, menurut Achmad, akan terus menjadi tantangan bagi Unilever di masa mendatang. Jika kondisi ekonomi tidak segera membaik dan daya beli masyarakat tidak pulih, Unilever mungkin akan kesulitan untuk mengembalikan performa penjualannya ke tingkat sebelumnya. 

Untuk mengatasi tantangan ini, Achmad menilai bahwa Unilever mungkin perlu melakukan diversifikasi produk yang lebih agresif, menawarkan produk-produk yang lebih terjangkau bagi segmen pasar yang terkena dampak pelemahan daya beli, serta meningkatkan upaya komunikasi publik untuk meredakan ketegangan yang muncul akibat seruan boikot. 

“Prediksi saya meski Unilever berhasil melakukan apa yang disarankan namun penurunan di jangka panjang akan tetap terjadi karena permasalah daya beli merupakan persoalan struktural ekonomi yang butuh waktu penyelesaiannya,” tutup Achmad.

(Bianca Khairunnisa).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: