Lunturnya Stigma Negatif Seni Graffiti, Kini Jadi Ladang Industri Kreatif

Lunturnya Stigma Negatif Seni Graffiti, Kini Jadi Ladang Industri Kreatif

Kick off pencatatan rekor MURI pelukisan graffiti serentak di titik terbanyak-Annisa Zahro-radarpena.co.id

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Seni urban atau Seni jalanan, salah satunya graffiti, kerap dianggap sebagai bentuk vandalisme dan perilaku tidak terpuji lainnya. Padahal, Seni graffiti merupakan bentuk ekspresi paling nyata masyarakat.

Seperti yang dijelaskan oleh Oscar Motuloh, anggota Dewan Etik Pewarta Foto Indonesia yang menjelaskan bagaimana graffiti menyebar di Indonesia pada era pendudukan Jepang.

"Seni jalanan itu berperan untuk menyampaikan ekspresi ketika waktu itu Jepang hanya mengizinkan sejumlah media yang bisa terbit. Jadi sekarang sebetulnya kita merayakan juga kemerdekaan Indonesia ini dengan coretan di dinding," ungkapnya di Yello Hotel Harmoni Jakarta, 7 September 2024.

Manajer Umum Vertu & Yello Hotel Harmoni Akhmad Fadholi menilai bahwa stigma negatif graffiti saat ini sudah tidak relevan lagi. Bahkan, saat ini graffiti dianggap sebagai ekspresi positif dari identitas generasi muda tentang bagaimana berkesenian.

"Seni graffiti ini juga bagian dari usaha food and beverage saat ini. Kita lihat sekarang restoran, cafe modern, selalu ada titik-titik di mana seni graffiti itu memiliki tempat. Jadi itu juga menjadi sinergi yang luar biasa," ungkapnya.

BACA JUGA:

Senada, Ketua Perlaksana King Royal Pride 2024 Ricky Yanuar mengajak untuk melihat graffiti dalam industri kreatif dewasa ini. Di mana, seni urban memiliki tempat di hati para pelaku industri kreatif dunia.

"Semua brand besar kita sebut saja dari Louis Vuitton, Balenciaga, itu mengambilnya semua street art, graffiti karena ada sesuatu hal yang menarik dari kegiatan seni urban," kata Ricky ketika ditemui pada kesempatan yang sama.

Menurutnya, graffiti memiliki kesan seksi dan rebel yang berbeda dari aliran seni lainnya. Namun, stigma negatif dari graffiti itu sendiri telah terkikis.

"Sekarang ini stigma itu sudah pelan-pelan terkikis karena banyak-banyak sekali brand, agensi, galeri seni kontemporer, itu mencarinya justru dari graffiti dan street art karena memang ada sesuatu hal yang berbeda," tuturnya.

"Apalagi kalau bicara tentang cat semprot. Itu adalah sesuatu hal yang seksi dan sangat spontan. Semuanya bisa nggak rapi, semuanya itu seperti banyak splatter. Itu hal-hal yang menguatkan Sisinya graffiti ini."

Tak ayal, pihaknya kembali menggelar King Royal Pride 2024 dan mencatatkan sejarah dengan dicatatkannya rekor MURI pelukisan graffiti serentak di titik terbanyak. Kegiatan pelukisan graffiti serentak ini dilaksanakan di 100 lokasi di 24 provinsi dan 56 kota di seluruh Indonesia.

(Annisa Zahro)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: