8 Hikmah Peristiwa Isra Miraj, Layak Dijadikan Pembelajaran
Hikmah isra miraj yang bisa menjadi pembelajaran bagi umat islam--marieska.disway.id
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Seluruh umat Islam memperingati peristiwa Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW pada setiap tanggal 27 Rajab. Isra Miraj yaitu peristiwa paling mengesankan yang penting untuk umat Islam.
Terdapat banyak sekali hikmah yang bisa dipetik dan juga dijadikan teladan oleh semua umat Muslim dari peristiwa Isra Miraj.
Isra ialah perjalanan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina. Sedangkan miraj ialah naiknya Rasulullah SAW ke Sidratul Muntaha, yaitu langit tertinggi yang tidak bisa dilakukan oleh makhluk apa pun.
Saking agungnya peristiwa Isra’ Mi’raj ia pun diabadikan dalam Al-Qur’an. Sebab itu, peristiwa bersejarah tersebut tentu memiliki banyak Hikmah yang layak dijadikan pelajaran oleh umat manusia. Berikut adalah beberapa hikmah di balik peristiwa Isra’ Mi’raj yang dikutip pada NU Online Jatim pada Rabu, 7 Februari 2024.
BACA JUGA:Tata Cara dan Doa Isra Miraj Malam 27 Rajab, Segala Hajat Dikabulkan
8 hikmah di balik peristiwa Isra’ Mi’raj
1) Tingginya derajat kehambaan
Penyebutan Nabi Muhammad SAW dalam ayat Isra’ (QS Al-Irsa [17]: 1) menggunakan kata ‘Abdun’ yang memiliki arti hamba, tidak menggunakan –misalkan– kata ‘nabi’, ‘rasul’ atau pun ‘khalil’ (kekasih). Ini menunjukkan bahwa derajat kehambaan di sisi Allah memiliki nilai yang sangat tinggi. Oleh karena itu, ketika Al-Qur'an berbicara tentang orang-orang ikhlas menggunakan kata ‘Abdun’. Allah SWT berfirman:
وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰمٗا
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqan [25]: 63)
Melalui Jibril, Allah pernah memberikan pilihan kepada Nabi Muhammad SAW untuk memilih ingin ‘menjadi nabi sekaligus raja’, atau ‘menjadi nabi sekaligus hamba’. Kemudian Nabi lebih memilih menjadi hamba yang mengabdi kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa status kehambaan merupakan derajat paling agung di sisi Allah.
Penyebutan Nabi Muhammad SAW menggunakan kata 'Abdun' tidak hanya dalam surat al-Isra. Dalam beberapa ayat lain juga sama. Seperti QS Al-Baqarah [2]: 23, QS Al-Hadid [57]: 9 dan QS Al-Jin [72]: 19.
2) Pembekalan dakwah untuk Rasulullah
Kita tahu, sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj, Rasulullah SAW berdakwah di Kota Makkah. Di sana beliau merasakan betapa berat cobaan dan ujian dirasakan. Orang-orang tercinta dan orang-orang tempat beliau bersandar silih berganti wafat, saat orang-orang Quraisy tengah begitu ganas menindas. Sampai kemudian para sejarawan menamai duka Rasulullah atas kewafatan orang-orang tercinta dengan nama ‘amul huzni (tahun kesedihan). Setelah itu Allah mengisra’kan Nabi-Nya.
Ini semua sudah skenario Allah agar Nabi Muhammad SAW menjadi sosok yang tangguh. Tantangan dakwah beliau ke depan akan sangat berat dan berliku. Menyebarkan agama Islam dengan perlawanan dari pemuka-pemuka Quraisy, dari pasukan perang bersenjata lengkap, dan musuh-musuh Islam kelas jenderal lainnya. Allah telah membekali Nabi Muhammad SAW sejak ia lahir dengan kehidupan pedih yang mengasah ketangguhannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: