"Memang tidak ada patokan yang baku, bisa 3 bulan atau 6 bulan. Kita harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala, terutama laboratorium dan juga tanda-tanda lain seperti jantung dan sebagainya untuk diperiksa setiap enam bulan sekali," tuturnya.
Adapun penyakit stroke dalam diketahui dalam sejumlah gejala, mulai dari senyum yang tidak simetris (mereot), mudah tersedak dan sulit menelan.
"Ketika makan dia tersedak dan sulit menelan, terutama air secara tiba-tiba hati-hati. Kenapa air? karena air itu molekulnya paling kecil."
BACA JUGA:
Kemudian, anggota gerak pada satu sisi menjadi lemah, secara tiba-tiba sulit bicara dan pelo, kebas atau kesemutan di wajah, sakit kepala hebat mendadak, mata tiba-tiba kabur atau bahkan buta.
Dodik menekankan bahwa gejala stroke muncul secara tiba-tiba sehingga perlunya mencurigai gejala tersebut yang muncul secara mendadak.
"Kalau ada gejala-gejala ini, jangan lupa ada kata tiba-tiba, kita waspadai sebagai gejala stroke," tandasnya.
Ia menegaskan bahwa penanganan stroke sangat mengutamakan kecepatan, yakni maksimal 2,5 harus sudah mendapatkan penanganan medis.
Seperti yang diketahui, stroke terjadi akibat sumbatan pada aliran darah.
"Tiap detik saja kalau kita itu ada aliran darah yang nggak bagus, tersumbat, maka kita akan kehilangan 32.000 neuron sel saraf atau pun juga sinapnya 230 dan tentu ini akan mengurangi tingkat harapan hidup seseorang," ungkapnya.
BACA JUGA:
Kerusakan ini akan terus menyebar seiring waktu selama belum mendapatkan penanganan. Namun, terdapat harapan untuk menyembuhkan sel saraf otak yang belum mati.
"Ketika seseorang kena stroke itu ada daerah yang mati atau daerah infark dan di sekitarnya itu ada darah penumbra. Daerah penumbra itu yang akan kita selamatkan," terangnya.
Kalau tidak diselamatkan, lanjutnya, maka setiap menit akan terjadi kematian pada 1,9 juta sel saraf otak tersebut.
"Sedangkan kalau kita bisa selamatkan ini maka kita cukup beruntung karena dasar yang akan mati itu kembali lagi normal," tuturnya.(zahro)