Padahal, galamai merupakan camilan yang sarat dengan makna budaya, biasanya dihidangkan saat upacara adat atau perayaan tertentu.
3. Gulo Puan (Palembang)
Gulo Puan merupakan makanan manis dari Palembang yang terbuat dari campuran susu kerbau dan gula. Proses pembuatannya cukup rumit dan memerlukan waktu yang lama, sehingga banyak yang enggan melestarikan kuliner ini.
BACA JUGA:
- 5 Restoran Yakiniku Populer di Jakarta yang Wajib Dicoba, Pecinta Kuliner Jepang Merapat!
- 7 Rekomendasi Wisata Kuliner Surabaya yang Wajib Dicoba, dari Rawon hingga Tahu Telor Legendaris
Dulu, gulo puan dianggap sebagai hidangan istimewa yang hanya disajikan saat acara-acara penting, bahkan dianggap sebagai makanan bangsawan.
Kini, sangat sulit menemukan orang yang masih membuat gulo puan secara tradisional, meskipun cita rasa manis legit dari susu kerbau yang berpadu dengan gula ini sangat khas dan berbeda dari makanan manis lainnya.
4. Grontol (Jawa Tengah)
Grontol adalah makanan tradisional Jawa Tengah yang terbuat dari jagung rebus yang disajikan dengan parutan kelapa dan taburan gula pasir. Pada masa lalu, grontol menjadi camilan favorit masyarakat pedesaan karena bahan-bahannya mudah didapat dan murah.
Namun, seiring dengan modernisasi, grontol semakin jarang ditemui. Banyak generasi muda yang bahkan belum pernah mendengar nama makanan ini, apalagi mencicipinya. Padahal, selain rasanya yang lezat, grontol juga mengandung gizi yang baik dan bisa menjadi alternatif camilan sehat.
5. Sambal Bongkot (Bali)
Sambal bongkot adalah sambal tradisional Bali yang menggunakan bunga kecombrang sebagai bahan utamanya. Sambal ini memiliki rasa pedas segar yang berbeda dari sambal-sambal lain karena kecombrang memiliki aroma dan rasa yang khas.
Sambal bongkot biasanya disajikan sebagai pelengkap hidangan ikan bakar atau ayam betutu. Sayangnya, sambal ini kini semakin jarang disajikan karena banyak orang lebih memilih sambal modern yang lebih mudah dibuat dan disimpan.
6. Lawar (Bali)
Di Bali, beberapa keluarga masih menjaga resep tradisional "Lawar", campuran daging cincang, sayuran, dan kelapa parut yang dimasak dengan darah hewan.
Meskipun kuliner ini masih ada, banyak orang muda kini cenderung enggan melanjutkan tradisi memasak lawar karena prosesnya yang dianggap rumit dan memerlukan banyak tenaga.