"Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, dan Swedia melaporkan kenaikan angka perceraian sepanjang pandemi Covid-19," ujar Fakhrurrazi pada webinar Selingkuh, Salah Siapa? Memaafkan, untuk Siapa? yang diadakan oleh Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia). Sementara berdasarkan data BKKBN, meskipun perselingkuhan bukan menjadi satu-satunya faktor perceraian, angkanya menyumbang 14,9 persen. Hampir sekitar 28 persen problem perceraian sumbernya masalah ekonomi, meskipun lebih dari 50 persen karena percekcokan berulang-ulang dalam waktu cukup lama.
BACA JUGA:Pekan Menyusui Dunia, Ingat Menyusui Mampu Memberi Perlindungan Kesehatan Saat Ini dan Masa Depan
Lalu bagaimana agar seseorang bisa mengindari perselingkuhan, Fakhrurrazi memaparkan sejumlah tips. Pertama, adanya niat dan tekad yang kuat untuk tidak melakukan selingkuh. Kedua, memutuskan perselingkuhan jika sudah pernah terjadi. "Kalau belum selingkuh, jangan mencari peluang," ujar Ketua LDNU Kota Depok ini. Ketiga, kesediaan untuk berubah. Dalam hal ini, menjaga komitmen untuk tidak selingkuh. Menurut Fakhrurrazi, komitmen ini memang tergantung masing-masing pelaku. "Niat dan tekad untuk tidak selingkuh nggak hanya di lisan. Tapi menancapkan di dalam hatinya. Tidak sekadar diucapkan akan berubah, tapi dibuktikan dengan perilaku," ujarnya.***