Kontroversial! Ganja untuk Keperluan Medis Legal Hampir di Seluruh Negara, Indonesia Kapan?

Selasa 18-06-2024,12:19 WIB
Reporter : Dimas Satriyo
Editor : Dimas Satriyo

Ganja: Pisau Bermata Dua bisa negatif atau bisa jadi efektif

Penentang penggunaan ganja medis secara global saat ini dipengaruhi oleh kebijakan obat-obatan Amerika Serikat (AS) pada masa lalu. Pada 1910, AS mengesahkan UU Makanan dan Obat Murni yang menandai upaya pertama pengendalian federal terhadap ganja. UU tersebut merupakan respons atas banyaknya imigran Meksiko yang mulai bermigrasi ke AS dengan membawa serta tradisi merokok ganja.

Ketika kecemasan masyarakat terhadap imigrasi Meksiko meningkat, tuduhan hiperbolik mengenai narkotika mulai beredar.

Namun, dalam konteks global saat ini, perdebatan mengenai ganja medis sudah bergeser ke pemahaman bahwa ganja adalah salah satu obat yang efektif. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), beberapa temuan penelitian menunjukkan efek terapeutik ganja untuk mual dan muntah pada pasien yang menderita penyakit lanjut seperti kanker dan AIDS.

Institute of Medicine (1982) melakukan penelitian terhadap potensi obat ganja untuk penggunaan medis. Dalam penelitian ini, ganja dan zat turunannya diuji untuk mengetahui glaukoma, asma, kecemasan, depresi, perilaku alkoholik, sindrom yang timbul pada seseorang akibat tidak lagi mengkonsumsi opium (opiatwithdrawal), tumor, kejang, gangguan nafsu makan, dan muntah.

BACA JUGA:Terungkap! Oknum Polisi di Sumatera Barat Jadi Kurir 141 Kg Ganja yang Disuruh Napi: Diupah Rp2 Juta

Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa ganja dan zat turunannya cukup menjanjikan dalam menyembuhkan beberapa dari gangguan kesehatan tersebut, misalnya pada glaukoma, yang mana mekanisme kerja ganja berbeda dengan mekanisme kerja obat-obatan biasa; pada asma, yang mana ganja memiliki kadar efektivitas yang sama dengan isoproterenol yang biasa digunakan sebagai obat asma; dan pada perasaan mual (sifat antiemetik), yang mana ganja dinilai lebih efektif jika dibandingkan dengan phenotiaxines.

Manfaat medis lainnya yang telah diakui dan divalidasi secara luas oleh beberapa penelitian ilmiah lainnya adalah kandungan Cannabidiol (CBD) dalam tanaman ganja untuk pengobatan penderita epilepsi. Studi menunjukkan bahwa pasien dengan sindrom Dravet yang menerima CBD mengalami penurunan frekuensi kejang.

Ganja juga telah digunakan dalam pengobatan tradisional di Indonesia sepanjang sejarah.Di Aceh, selama periode 1764-1794, ganja telah dipraktikkan selama bertahun-tahun dan lazim digunakan sebagai salah satu obat herbal di kalangan masyarakat. Fakta ini tidak banyak dibicarakan karena dianggap masih tabu.

Pada akhir abad ke-19, iklan ganja kerap kali muncul di beberapa surat kabar berbahasa Belanda di Hindia Belanda, yang sebagian besarnya mempromosikan rokok ganja sebagai obat untuk berbagai penyakit, mulai dari asma, batuk, penyakit tenggorokan, kesulitan bernapas, dan sulit tidur.

 

Kategori :