Larangan menjual bagian hewan kurban ini ditegaskan dalam hadits dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
مَنْبَاعَجِلْدَأُضْحِيَّتِهِفَلَاأُضْحِيَّةَلَهُ"Barangsiapa yang menjual kulit hewan kurbannya maka ibadah kurbannya tidak ada nilainya" (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam As-Sughri, Al-Albani mengatakan hadits ini hasan).
BACA JUGA:
- Peluang Raih Cuan Saat Momen Ibadah Idul Adha, Tak Melulu Hanya Jual Hewan Kurban
- Pahami Sertifikasi Hewan Kurban Anda! Program Juleha Diterapkan di Jepara
Larangan terakhir adalah mengupah penyembelih hewan kurban dengan bagian dari hewan sembelihan. Larangan ini dijelaskan dalam riwayat yang disebutkan oleh Ali bin Abi Thalib:
أَمَرَنِىرَسُولُاللَّهِ -صلىاللهعليهوسلم- أَنْأَقُومَعَلَىبُدْنِهِوَأَنْأَتَصَدَّقَبِلَحْمِهَاوَجُلُودِهَاوَأَجِلَّتِهَاوَأَنْلاَأُعْطِىَالْجَزَّارَمِنْهَاقَالَ « نَحْنُنُعْطِيهِمِنْعِنْدِنَا »"Rasulullah SAW memerintahkan saya untuk mengurusi unta-unta kurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya. Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan kurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, 'Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri.'"
Dari hadis tersebut, kita bisa mengambil hikmahnya bahwa upah penyembelih hewan bukan diambil dari hasil sembelihan kurban. Shohibul kurban hendaknya menyediakan upah khusus dari kantongnya sendiri untuk penyembelih hewan tersebut.
Larangan-larangan ini bertujuan untuk menjaga keikhlasan dan kemurnian ibadah kurban.
Dengan mematuhi larangan-larangan ini, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan ibadah kurban dengan penuh penghayatan dan kesungguhan, sehingga pahala dan berkah dari ibadah tersebut bisa diraih secara maksimal.
Larangan memotong rambut dan kuku selama sepuluh hari pertama Zulhijah, larangan menjual bagian dari hewan kurban, serta larangan mengupah penyembelih dengan bagian hewan kurban, semuanya menegaskan pentingnya menjaga kesucian dan integritas ibadah kurban.