JAKARTA, RADARPENA. DISWAY.ID - Indonesia baru-baru ini mencapai status sebagai negara fatherless yang menempati peringkat ketiga di dunia, sebuah fakta yang menyoroti kenyataan bahwa banyak anak di tanah air ini tidak memiliki keberadaan seorang ayah dalam kehidupan mereka.
Meskipun masyarakat seringkali mengaitkan tanggung jawab ayah hanya pada aspek ekonomi, seolah-olah memberikan nafkah adalah satu-satunya hal yang penting, perlu dipertanyakan apakah pandangan tersebut mencerminkan keseluruhan gambaran mengenai peran seorang ayah dalam pengasuhan anak di Indonesia.
Pentingnya keterlibatan seorang ayah dalam kehidupan sehari-hari anak tidak dapat dipandang sebelah mata. Selain dari aspek materi, ketidakhadiran fisik dan keterlibatan emosional seorang ayah ternyata dapat memberikan dampak signifikan pada perkembangan psikologis dan sosial anak-anak.
Seorang psikolog terkenal asal Amerika, Edward Elmer Smith, menyampaikan pemahamannya terkait konsep fatherless country, yang diartikan sebagai kondisi di mana masyarakat suatu negara secara kolektif tidak merasakan kehadiran serta keterlibatan ayah dalam kehidupan sehari-hari anak-anak.
BACA JUGA:
- Orang Tua Wajib Tahu! 5 Prinsip Pola Asuh untuk Membentuk Karakter Positif pada Anak
- Orang tua Berperan Menentukan Pola Asuh Anak, Pemprov Bengkulu Apreasi Tenaga Sosial TKSK
Perlu dipertanyakan bagaimana nasib anak-anak Indonesia yang terjebak dalam kondisi fatherless. Dengan minimnya keterlibatan ayah, apakah mereka mampu mengatasi tantangan-tantangan kehidupan dengan baik? Apakah ketiadaan figur ayah memengaruhi pembentukan identitas dan nilai-nilai moral mereka?
Pertanyaan-pertanyaan ini menyoroti kompleksitas dampak psikologis yang mungkin dialami oleh anak-anak yang tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah.
Ketika Ketiadaan Ayah Melahirkan Generasi Penuh Luka
Anak-anak yang biasa tumbuh tanpa kehadiran ayah dalam kehidupan mereka sering mengalami apa yang disebut sebagai father hunger. Father hunger ini merupakan kekosongan atau kekurangan akan kehadiran sosok ayah, yang membuat anak-anak mencoba untuk mencari penggantinya dalam hal-hal lain sebagai pelampiasan. Ironisnya, upaya ini justru seringkali membawa dampak buruk baru yang dapat membahayakan mereka.
BACA JUGA:
- Mengenal Abah Aos, Ulama Sufi, Pengasuh Pesantren Sirnarasa Ciamis
- Hati-Hati dengan Strict Parents! Inilah Ciri-Ciri dan Dampak Pengasuhan yang Ketat pada Anak
Rasa kelaparan akan kehadiran sosok ayah dapat mengakibatkan ketidakmatangan kondisi psikologis pada anak. Tidak matangnya kondisi psikologis ini kemudian menyebabkan rendahnya self-esteem atau penghargaan diri pada anak. Selain itu, anak juga lebih rentan terhadap rasa takut dan kecemasan, tidak merasa aman baik dari segi psikologis maupun fisik.
Berbagai masalah lainnya, mulai dari penyimpangan seksual, gangguan kejiwaan, hingga perilaku kenakalan remaja, bisa muncul akibat ketidakseimbangan peran antara ayah dan ibu.
Dalam konteks ini, pentingnya peran ayah dan ibu yang seimbang menjadi krusial. Anak perlu merasakan "keutuhan" dalam pengasuhan mereka, di mana ibu dengan sisi emosionalnya mengajarkan nilai-nilai seperti kasih sayang dan empati, sementara ayah dengan sisi logikanya memberikan pembelajaran tentang kemandirian, kedisiplinan, dan pengambilan keputusan yang rasional.
Tidak adanya keutuhan ini dapat menciptakan ketidakstabilan pada perkembangan anak, berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang terhadap aspek psikologis dan perilaku mereka.
BACA JUGA:
- 10 Cara Mengajarkan Anak untuk Berpuasa Ramadan: Gak Perlu Dipaksa, Cukup Kasih Tauladan yang Baik!
- Stop! Dokter Anak Ungkap Bahaya Kerok Bayi Pakai Bawang Merah