JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa Presiden boleh ikut berkampanye dan memihak di Pilpres 2024.
Meski tak ada larangan secara hukum, namun keterlibatan kepala negara dalam suatu kampanye dan berpihak kepada salah satu capres-cawapres nantinya dikhawatirkan akan mencederai pemilu.
Tentu saja pernyataan Jokowi ini banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Jokowi mengatakan, pejabat negara boleh saja berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara. Sebab, statusnya sebagai pejabat publik yang juga pejabat politik.
Presiden Jokowi menyatakan kepada pers bahwa Presiden juga punya hak untuk kampanye dan memihak di pemilu.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat dirinya berada di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu 24 Januari 2024, saat menjawab pertanyaan wartawan terkait adanya menteri yang ikut menjadi tim pemenangan pasangan capres-cawapres.
BACA JUGA:
- Erick Thohir Dinonaktifkan dari Jabatan Ketua Lakpesdam PBNU
- Prakiraan Cuaca BMKG Kamis 25 Januari 2024 untuk Sejumlah Kota Besar di Indonesia
- Diperpanjang hingga Juni 2024, Begini Cara Daftar Bansos Beras 10 Kilogram dari Pemerintah
"Ya ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja. Yang paling penting Presiden itu boleh loh itu kampanye, presiden itu boleh loh memihak, boleh," kata Jokowi.
Saat berbicara kepada pers, Jokowi didampingi Menteri Pertahanan yang juga calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Ketua Komisi, Meutya Hafid; dan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," ungkap Jokowi.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, saat ini banyak pihak yang beranggapan bahwa tidak etis apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut berkampanye untuk salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Menurut Yusril, tidak ada aturan yang dilanggar dengan keikutsertaan presiden dan wakil presiden melakukan kampanye. Karena itu, presiden boleh mendukung pasangan tertentu.
"Sekarang ada yang mengatakan 'tidak etis' kalau presiden kampanye dan memihak dalam pemilu. Aturan sekarang tidak seperti itu, maka Jokowi tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak," kata Yusril, dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Rabu 24 Januari 2024.
BACA JUGA:
- Selalu Mangkir, Siskaeee Akhirnya Dijemput Paksa Saat Berada di Apartemen Yogyakarta
- Waspada! Suhu Panas Ekstrem Bakal Selimuti Indonesia di 2024, BMKG: Bakal Lebih Parah dari 2023
- Tanpa Dianggarkan, BPN Depok Sukses Sertifikasi 1.000 Aset, Wali Kota Minta Tambah 5.000 Bidang
Yusril menjelaskan, kalau etis dimaknai sebagai norma mendasar yang menuntun perilaku manusia yang kedudukan normanya berada di atas norma hukum, hal itu merupakan persoalan filsafat.
Sehingga harusnya dibahas di DPR ketika merumuskan Undang-Undang Pemilu.