JAKARTA, RADARPENA.FIN.CO.ID - Sudah 95 tahun lamanya, kita memperingati peristiwa 28 Oktober 1928 sebagai Hari Lahirnya Sumpah Pemuda. Dimana pada waktu tersebut berlangsung peristiwa bersejarah yang menyatukan segenap anak bangsa dari berbagai suku dan daerah, yaitu Kongres Pemuda.
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda ini berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggotakan pelajar dari seluruh Indonesia.
Kongres bertujuan memperkuat rasa persatuan dan kebangsaan Indonesia yang telah tumbuh di dalam benak dan sanubari pemuda-pemudi.
Mengutip dari laman museumsumpahpemuda.kemendikbud, sebelum kongres digelar, para pemuda mengadakan pertemuan terlebih dahulu pada 3 Mei 1928 dan 12 Agustus 1928. Mereka membahas tentang pembentukan panitia, susunan acara kongres, waktu, tempat, dan biaya.
BACA JUGA:
- Pentingnya Memahami Isi, Makna dan Sejarahnya Sumpah Pemuda
- Tonggak Sumpah PemudaTahun 1928 Sejarah Indonesia Menyatukan Diri Satu Tanah Air, Junjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia
Kemudian pertemuan menyepakati bahwa Kongres Pemuda Kedua akan diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 di tiga lokasi, yaitu gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Oost Java Bioscoop, dan Indonesische Clubgebouw (Rumah Indekos, Kramat No. 106). Keseluruhan biaya akan ditanggung oleh organisasi-organisasi yang menghadiri kongres serta sumbangan sukarela.
RAPAT PERTAMA, GEDUNG KATHOLIEKE JONGENLINGEN BOND
“Perceraiberaian itu wajiblah diperangi, agar kita bisa bersatu” (Sambutan Sugondo Djojopuspto dalam pembukaan kongres)
Rapat pertama, malam hari Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Ketua Kongres, Sugondo Djojopuspito, memberi sambutan. Ia berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda.
Acara dilanjutkan dengan uraian Mohammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
RAPAT KEDUA, GEDUNG OOST-JAVA BIOSCOOP
“Di Indonesia ini, mesti lebih banyak perubahan-perubahannya dalam segala apapun juga. Kita harus membuang jauh-jauh itu tabiat mempermanja anak-anak kita” (Poernomowoelan)
Rapat kedua, pagi hari, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
RAPAT KETIGA, GEDUNG INDONESISCHE CLUBGEBOUW
“Pramuka tanpa semangat kebangsaan bukanlah Pramuka…” (Theo Pangemanan)
Rapat ketiga, sore hari, Minggu, 28 Oktober 1928, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Kemudian Ramelan mengemukakan tentang gerakan kepanduan yang tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan. Theo Pengamanan menyampaikan bahwa pandu sejati adalah pandu berdasarkan semangat kebangsaan dan rasa cinta tanah air Indonesia.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu “Indonesia Raya” oleh Wage Rudolf Supratman melalui lantunan biola. Lagu tersebut disambut dengan sangat antusias oleh peserta kongres.