JAKARTA, RADARPENA - Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama dengan Nomor SE. 09 Tahun 2023 yang berisi tentang Pedoman Ceramah Keagamaan pada 27 September 2023.
Menurut Direktur Penerangan Agama Islam (PENAIS) Ahmad Zayadi, Surat Edaran ini mengambil pijakan pada prinsip bahwa kerukunan umat beragama adalah pondasi penting dari kerukunan nasional.
"Ini penting untuk mempertahankan dan memajukan persatuan dan kesatuan, yang merupakan modal utama dalam memajukan bangsa ke depan,” kata Zayadi di Jakarta, Jumat 6 Oktober 2023.
BACA JUGA:Istri hingga Cucu SYL Dicekal ke Luar Negeri, KPK: Ketika Dipanggil Penyidik Mereka Tak Mangkir!
Zayadi menjelaskan, SE ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, memberikan panduan jelas bagi penceramah agama dalam memberikan ceramah keagamaan.
“Kedua, memberikan panduan bagi pengurus dan pengelola rumah ibadat dalam memfasilitasi pelaksanaan ceramah keagamaan,” ujarnya.
Zayadi menerangkan, para tokoh penceramah agama di Indonesia selama ini mengambil peran penting dalam mewujudkan kerukunan umat beragama.
“Karena itu, Kemenag menilai sangat penting untuk menerbitkan panduan yang memuat tentang kualifikasi penceramah, materi ceramah, hingga pentingnya pembinaan penceramah yang dilakukan oleh Kemenag di semua tingkatan,” terangnya.
BACA JUGA:Mudah dan Gak Ribet, Cara Membuat Novel di HP dengan Praktis dan Kreatif, Ada Aplikasinya Lho!
Surat Edaran ini, lanjut Zayadi, menggarisbawahi perlunya penceramah agama memiliki pengetahuan dan cara pandang serta sikap yang moderat dalam beragama, berwawasan kebangsaan, sikap toleransi, menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan serta sikap santun dan keteladanan.
“Materi ceramah juga diamanatkan untuk bersifat mendidik, mencerahkan, dan konstruktif dengan tujuan meningkatkan keimanan, memperkuat hubungan antarumat beragama, serta menjaga keutuhan bangsa dan negara,” tegasnya.
Selain itu, kata Zayadi, materi tersebut wajib menghormati dan mematuhi nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika, menghindari konflik berbasis suku, agama, ras, dan golongan serta menghindari konten yang dapat memicu intoleransi, diskriminasi, anarki, atau kampanye politik praktis.
"Secara khusus, saya mengajak kepada aktor-aktor layanan keagamaan seperti Penyuluh Agama Islam, dai/daiyah, majelis taklim, qori’/qoriah, hingga lembaga seni dan budaya Islam, agar benar-benar mengindahkan pedoman ceramah di lingkungan atau jamaahnya masing-masing," pungkasnya.