Namun tetap saja apa yang dilakukan oleh Kasi Penkum itu, menurut saya tidak tepat.
Apalagi permintaan itu disampaikan melalui pesan WhatsApp di grup wartawan kejaksaan.
Apalagi ditambah dengan permintaan agar berita yang sudah dibuat di-takedown.
Pada media online, takedown ini memang perkara mudah.
Tinggal perintah admin, maka hanya dengan satu klik, berita itu akan terhapus.
Namun dampaknya sangat tidak baik. Bagi media online, men-takedown berita sangat dihindari.
Karena membuat performa menjadi buruk. Baik secara sistem maupun buruk di mata pembaca.
Yang saya tidak habis pikir, kenapa permintaan Kasi Penkum itu disampaikan melalui pesan WhatsApp. Bisa jadi karena panik.
Pesan via WhatsApp meninggalkan jejak digital. Ini bisa menjadi bukti yang sulit dibantah.
Beda kalau permintaan itu disampaikan via telepon. Bisa saja berargumen, tidak pernah meminta seperti itu.
Apalagi alasan permintaan itu. Ada kata-kata atas permintaan pimpinan.
Memang pada pesan itu tidak disebutkan pimpinan yang mana.
Namun akhirnya publik pun mereka-reka.
Bisa jadi pimpinan itu adalah kepala kejaksaan tinggi (Kajati) atau bahkan dari pihak Kejaksaan Agung.
Saya pun ikut mereka-reka siapa pimpinan itu. Kalau yang dimaksud pimpinan adalah Kajati, maka timbul pertanyaan apa Kajati tidak dilaporkan sebelum kasus itu diekspos ke media.
Bukankah itu ekspose dilakukan dalam sebuah konferensi pers.