151 Produk Sertifikat Halal dengan Nama Bermasalah, Kemenag dan MUI Putuskan Hal ini

Rabu 09-10-2024,14:25 WIB
Reporter : Putri Indah
Editor : Putri Indah

JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama membuat keputusan bersama terkait produk bersertifikat halal yang penamaannya bermasalah.

Dalam hal ini, ditemukan sebanyak 151 produk bersertifikat halal yang menggunakan nama kurang sesuai dengan akidah, seperti "tuyul", "tuak", "beer", hingga "wine".

Polemik ini lantas menjadi perdebatan di media sosial mengenai kehalalan produk itu sendiri. Terlebih, sudah ada aturan mengenai penamaan produk yang bisa mendapatkan sertifikat halal, mulai dari SNI 99004:2021, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003, dan Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020.

Oleh karena itu, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Mamat S Burhanudin, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, dan Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa, serta jajaran pada masing-masing lembaga berkoordinasi untuk menemukan solusi dari polemik tersebut.

"Konsolidasi hari ini untuk mengidentifikasi nama-nama produk yang disinyalir menyangkut penamaan-penamaan produk yang berkonotasi dan tidak diperbolehkan di dalam Fatwa MUI," kata Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, di Serpong, Selasa, 8 Oktober 2024.

BACA JUGA:Tanggapi Kasus Pungli PPG Guru di Magelang, Begini Respons Kemenag

BACA JUGA:CPNS Kemenag 2024 Dibuka, Simak Syarat, Formasi, Jadwal Serta Link Pendaftaran Lengkapnya Disini!

Hasilnya, diperoleh data 151 dari 5.314.453 produk bersertifikat halal yang menggunakan nama bermasalah.

"Prosentasenya adalah 0,003%. Artinya, alhamdulillah kita cukup proper. Namun demikian, dari 151 itu kita identifikasi temuannya ada dua, yang dikecualikan berjumlah 30 dan tidak dikecualikan berjumlah 121," lanjut Aqil.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh menjelaskan, terdapat dua kondisi sehingga penamaan produk diecualikan.

Merujuk dari Fatwa MUI nomor 44 tahun 2020, produk yang secara urf atau kebiasaan di tengah masyarakat dikenal sesuatu yang biasa atau tidak terasosiasi dengan sesuatu yang haram.

"Misalnya bir pletok, dikenal sebagai jenis minuman tradisional yang halal, suci, dan tidak terasosiasi dengan pengertian bir yang mengandung alkohol," terang Niam.

Kemudian, ia melanjutkan, bahwa tidak semua jenis kata 'wine' kemudian terlarang.

"Misalnya, 'red wine' yang merujuk kepada jenis warna yang secara empirik digunakan di tengah masyarakat. Ini penting untuk dipahami secara menyeluruh sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di publik," tuturnya.

Sedangkan yang secara substansi memang tidak sejalan dengan fatwa, pihaknya berkomitmen untuk melakukan perbaikan dan juga meminta pelaku usaha melakukan perbaikan dan perubahan sesuai dengan standar fatwa,.

Kategori :