JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Dalam langkah ambisius yang menandai babak baru dalam persaingan teknologi antariksa, sebuah perusahaan milik negara (BUMN) China mengumumkan rencana peluncuran 15.000 satelit ke orbit rendah Bumi (LEO). Langkah ini bertujuan untuk menyaingi jaringan internet global Starlink milik Elon Musk, yang dioperasikan oleh SpaceX sejak 2019.
Starlink, dengan lebih dari 6.000 satelit aktif per Juli 2024, telah menjadi pemain dominan dalam penyediaan layanan internet berbasis satelit. Dengan estimasi 3 juta pelanggan di seluruh dunia, Starlink menawarkan akses internet ke daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh infrastruktur tradisional. Namun, dominasi ini tidak berlangsung tanpa tantangan. China, dengan ambisi besar dalam teknologi antariksa, melihat peluang untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi asing dan memperkuat posisi strategisnya di kancah global.
Proyek ini dipimpin oleh Shanghai Spacecom Satellite Technology (SSST), sebuah perusahaan telekomunikasi yang berbasis di Shanghai. Dikenal sebagai "Konstelasi Seribu Layar" atau "G60 Starlink Plan", proyek ini bertujuan untuk meluncurkan lebih dari 15.000 satelit ke orbit rendah Bumi sebelum tahun 2030. Peluncuran pertama dijadwalkan berlangsung di Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan, salah satu fasilitas peluncuran utama China yang terletak di provinsi Shanxi.
SSST merencanakan peluncuran bertahap untuk mencapai target ambisius ini. Pada tahun 2024, sebanyak 108 satelit akan diluncurkan, diikuti oleh 648 satelit pada akhir 2025. Pada tahun 2027, SSST berharap dapat menyediakan cakupan jaringan internet global, dengan target akhir 15.000 satelit sebelum tahun 2030.
BACA JUGA:Viewers Notes dari Youtube, Minimalkan Mis-Informasi dan Perbarui Cara Nonton
Satelit LEO beroperasi pada ketinggian 300 km hingga 2.000 km dari permukaan Bumi. Keunggulan utama dari satelit LEO adalah biaya yang lebih rendah dan efisiensi transmisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan satelit di orbit yang lebih tinggi. Hal ini memungkinkan penyediaan layanan internet yang lebih cepat dan lebih andal, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Peluncuran satelit LEO oleh SSST ini merupakan salah satu dari tiga rencana besar China untuk menutup kesenjangan dengan layanan Starlink. Di China, Starlink dianggap sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasional. Pada Januari 2024, sebuah opini yang diterbitkan dalam corong Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menggambarkan penyebaran Starlink sebagai "ancaman serius terhadap keamanan aset antariksa berbagai negara".
Peneliti China di PLA telah mempelajari penyebaran Starlink dalam perang di Ukraina selama dua tahun terakhir. Mereka berulang kali memperingatkan tentang risiko yang ditimbulkan oleh Starlink bagi China, jika negara tersebut terlibat dalam konflik militer dengan Amerika Serikat.
Peluncuran konstelasi satelit ini tidak hanya memiliki implikasi komersial tetapi juga strategis. Dengan menguasai orbit rendah Bumi, China dapat memperkuat posisinya dalam persaingan teknologi global dan mengurangi ketergantungan pada teknologi asing. Selain itu, konstelasi satelit ini dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk komunikasi militer, pemantauan cuaca, dan penginderaan jauh.
BACA JUGA:Peluang Emas! Kombo dan Sandi Harian Hamster Kombat 12 Agustus 2024, Menangkan Hadiah Besar
Langkah China ini mencerminkan tren global dalam eksplorasi dan pemanfaatan ruang angkasa. Negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa, juga berlomba-lomba untuk mengembangkan teknologi satelit mereka sendiri. Persaingan ini diharapkan dapat mendorong inovasi dan mempercepat perkembangan teknologi antariksa, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi umat manusia.
Dengan rencana ambisius untuk meluncurkan 15.000 satelit ke orbit rendah Bumi, China menunjukkan tekadnya untuk menjadi pemain utama dalam teknologi antariksa. Proyek "Konstelasi Seribu Layar" yang dipimpin oleh SSST ini tidak hanya bertujuan untuk menyaingi Starlink milik Elon Musk tetapi juga untuk memperkuat posisi strategis China di kancah global. Dengan peluncuran bertahap yang direncanakan hingga tahun 2030, dunia akan menyaksikan babak baru dalam persaingan teknologi antariksa yang semakin ketat.***