Beda Penilaian Todung dan Habiburokhman Soal Film Dirty Vote yang Diperankan 3 Ahli Hukum

Senin 12-02-2024,07:01 WIB
Reporter : Puspa Sari Dewi
Editor : Lebrina Uneputty

“Menilai orang dalam konteks di dunia ilmiah, ilmu pengetahuan itu harus adil. Tak sekadar menyampaikan fakta-fakta yang asumtif. Kalau kita ngomong itu mesti ada datanya. Selain data, juga harus memiliki keberimbangan. Kita menulis jurnal disertasi tesis, itu semua informasi dari pihak berbeda harus kita masukkan,” katanya di Media Center TKN Prabowo Gibran, Jalan Sriwijaya 1 Nomor 16, Jakarta Selatan, Minggu, 11 Februari 2024.

Menurut Habiburokhman, ketidakadilan dalam film Dirty Vote meragukan kepakarannya.

Ia kritik film tersebut dan ahli hukum tata negara yang tak menerapkan keberimbangan, menilai prinsip "cover bothside" absen. 

Habiburokhman contohkan distribusi bansos di daerah yang terpengaruh afiliasi politik kepala daerah. Ia angkat contoh Bandar Lampung sebagai ilustrasi. 

“Kalau mereka melakukan prinsip cover bothside. Soal bansos tahu enggak Anda, misalnya di banyak daerah yang membagikan bansos itu kepala daerah juga yang afiliasi politiknya berbeda. Saya terima laporan misalnya di Bandar Lampung,” ujarnya.

Habiburokhman menegaskan bahwa Dirty Vote merangkum semuanya tanpa mempertimbangkan sudut pandang sebaliknya. 

Baginya, jika tidak suka pada Prabowo, sebagai seorang pakar seharusnya menyampaikan dukungan pada kompetitornya secara terbuka. 

“Tapi ini kan enggak. Kalau anda enggak suka dengan Pak Prabowo, Anda seorang pakar, ya jelaskan saja sampaikan dukungan kepada kompetitornya. Kan kita skrg sedang bertarung secara elektoral,” ujarnya.

BACA JUGA:

Habiburokhman juga menegaskan telah menonton keseluruhan film Dirty Vote sebelum berbicara dengan awak media, membantah klaim hanya menonton trailer.

Film "Dirty Vote," dengan durasi 1 jam 57 menit, menggambarkan serangkaian kecurangan terstruktur dan sistematis yang menyasar salah satu paslon Pilpres 2024. 

Disutradarai oleh Dandhy Laksono, film ini dirilis pada 11 Februari 2024, pukul 11.00 WIB di Kanal Youtube Dirty Vote.

Melibatkan tiga ahli hukum independen, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari, film ini menyoroti bagaimana kecurangan dapat digunakan untuk mempertahankan dinasti Jokowi. 

Menurut Feri Amsari, Dirty Vote memiliki potensi untuk mendidik pemilih dalam menghadapi Pemilu, tempat politikus seringkali memanfaatkan taktik curang untuk mencapai tujuan mereka. 

“Film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita dan bagaimana politisi mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka,” katanya.

Diharapkan, film ini bisa mengungkapkan ketidakadilan dalam sistem pemilihan dan membuka mata publik terhadap manipulasi politik yang merugikan.

Kategori :