JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - ActionAid melaporkan warga Gaza semakin kesulitan mendapat bantuan kemanusiaan karena serangan-serangan Israel yang tiada henti, yang kini bahkan mulai menyasar Rafah.
Rafah merupakan wilayah ujung selatan Gaza yang berbatasan dengan Mesir. Wilayah ini menjadi lokasi pengungsian bagi sekitar 1,3 juta warga Gaza serta menjadi pintu masuk bagi bantuan kemanusiaan.
Serangan bom dari tentara Israel bukan menjadi satu-satunya ancaman yang dihadapi oleh masyarakat Gaza, Palestina. Kini, mereka dihadapkan dengan krisis pasokan makanan dan minuman yang makin menipis setiap hari.
Selain dari krisis kemanusiaan dan kekurangan makanan, air, dan perawatan medis, warga yang telah beberapa kali mengungsi sejak 7 Oktober, kini dihadapkan pada risiko terpaksa keluar dari tempat-tempat penampungan mereka lagi.
BACA JUGA:
- Segera Daftar, PUPR Buka Lowongan Kerja untuk 14 Posisi, Cek Syarat dan Ketentuannya di Sini
- Kampanye Akbar Prabowo-Gibran, 600 Ribu Warga Tumpah Ruah di GBK
Pasukan Israel tampaknya akan memperluas serangan daratnya ke kota paling selatan Gaza, Rafah, tempat lebih dari 1,4 juta warga Palestina kini tinggal di tenda-tenda darurat.
Di tengah kekhawatiran akan terjadinya invasi darat di Rafah, ActionAid memperingatkan setiap peningkatan serangan terhadap wilayah tersebut, yang sekarang menjadi rumah bagi lebih dari separuh penduduk Gaza, akan menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk.
“Tidak ada tempat lagi bagi warga Gaza untuk mengungsi. Lebih dari 85% dari 2,3 juta penduduknya terpaksa meninggalkan rumah mereka selama empat bulan terakhir, dan banyak di antaranya yang terpaksa mengungsi berkali-kali,” papar pernyataan koordinator advokasi dan komunikasi di ActionAid Palestine, Riham Jafari.
ActionAid menjelaskan, “Gelombang besar orang yang tiba di Rafah telah memberikan tekanan besar pada infrastruktur dan sumber daya, namun ribuan orang terus berdatangan.”
Kepadatan penduduk sangat ekstrem, ruang yang tersedia hanya dapat digunakan untuk tenda, beberapa di antaranya dapat menampung hingga 12 orang. Ribuan orang hidup berdesakan di tempat penampungan yang semakin tidak sehat, di mana ratusan orang berbagi satu toilet.
"Setiap orang di Gaza sekarang kelaparan, dan orang-orang hanya mendapat 1,5 hingga 2 liter air yang tidak aman setiap hari untuk memenuhi semua kebutuhan mereka," demikian laporan ActionAid, seperti dikutip Middle East Monitor, Sabtu, 10 Februari 2024.
Selain itu, warga juga tak memiliki pakaian yang memadai untuk menghindari cuaca dingin dan hujan.
"Kami sangat prihatin dengan laporan potensi invasi darat di Rafah dan peningkatan serangan udara di wilayah tersebut. Mari kita perjelas: setiap peningkatan serangan di Rafah, tempat lebih dari 1,4 juta orang mengungsi, akan menjadi bencana besar. Ke mana lagi penduduk Gaza yang kelelahan dan kelaparan harus pergi?" ungkap Jafari.
BACA JUGA:
- Bukan Lagi Jawa, Ini 10 Besar Provinsi Penyumbang Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia pada 2023
- Menjalin Silaturahmi dan Menanamkan Nilai Budi Pekerti Dalam Kesederhanaan di Desa Sumber Magelang
Berita ini mencerminkan ketidakpastian dan kepedihan yang dialami warga Gaza, serta menyoroti urgensi bantuan internasional dan upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik yang terus merenggut kesejahteraan penduduk setempat.