JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Pada hari Jumat, tanggal 8 Desember 2023 Dewan Pers mengumumkan sebuah edaran yang membahas tentang Kemerdekaan Pers.
Hal ini berkaitan dengan Revisi Kedua UU ITE mengancam Kemerdekaan Pers.
Revisi Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disetujui bersama DPR RI dan Pemerintah untuk disahkan menjadi UU pada 6 Desember 2023 lalu masih berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi masyarakat.
Revisi kedua atas UU tersebut juga tidak memberikan perubahan signifikan terhadap pasal-pasal yang selama ini menjadi ancaman kemerdekaan pers.
BACA JUGA:Petinggi Grup Disway dan SPS Dukung Penuh Pembentukan Pers Siber Indonesia
BACA JUGA:Kupasan Tema Debat Capres-Cawapres 2024, Bahas Persoalan Sentral Hukum, HAM dan Lingkungan
Pasal-pasal yang dimaksud antara lain adalah
-
Pasal 27A
Mengenai distribusi atau transmisi informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan tuduhan/ fitnah dan atau pencemaran nama baik.
-
Pasal 28 ayat 1 dan 2,
yang mengancam pelaku penyebaran pemberitahuan bohong dan SARA untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
Setiap orang yang melanggar pasal-pasal tersebut bisa dihukum penjara enam tahun dan atau denda Rp 1 Miliar.
Pasal-pasal yang mengatur soal penyebaran kebencian dan penghinaan tersebut mengingatkan pada haatzaai artikelen dalam KUHP.
Pasal - pasal karet produk kolonial tersebut bahkan dikuatkan dengan KUHP baru sebagai produk hukum nasional, yang sebenarnya sudah tidak boleh diberlakukan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 27A, B dan Paal 28 ayat 1 pada revisi kedua atas UU ITE berpotensi mengebiri pers karena karya jurnalistik yang didistribusikan menggunakan sarana teknologi dan informasi elektronik (di internet) terkait denagn kasus-kasus korupsi, manipulasi dan sengketa dapat dinilai oleh pihak tertentu sebagai penyebaran pencemaran atau kebencian.
"Untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers sebagai Lex Spesialis bukan UU ITE. Untuk kasus terkait Pers perlu melibatkan Dewan Pers."